Dipantara.com – Semangat Ki Supangkat menggebu-gebu saat mendengar alunan gamelan mengiringi pertunjukannya. Wajah dalang kelahiran Pasuruan, 14 Mei 1936 ini, begitu bercahaya saat menceritakan kisah hidupnya dan kecintaannya pada wayang kulit.
Bagi Supangkat, seni bukan sekedar hobi, melainkan denyut jantungnya. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan dunia pedalangan, terinspirasi oleh ayahnya, seorang pemain karawitan handal.
Di usia 14 tahun, Supangkat memilih jalan hidup yang tak biasa: nyantrik (berguru) pada dalang H. Gozali. Perjalanannya penuh rintangan, hidup sederhana dengan segala keterbatasan. Namun, tekadnya untuk menjadi dalang tak pernah padam.
Tahun 1958 menjadi titik balik bagi Supangkat. Pertunjukan perdananya memukau penonton, mengantarkannya menjadi dalang kondang yang di gemari masyarakat.
Gaya Khas yang Memukau
Supangkat terkenal dengan gaya Sabetan Gagrak Porongan yang khas, penuh energi saat adegan berkelahi atau goro goro. Ia tak hanya piawai memainkan wayang, tapi juga pandai menuturkan cerita dengan suara memikat.
Yang istimewa, Supangkat selalu menjaga pakem dan keutuhan lakon dalam pertunjukannya. Di tengah tren yang mulai mencampurkan wayang dengan genre lain, seperti campur sari, ketoprak hingga dangdut, Supangkat tetap konsisten menghadirkan cerita wayang secara utuh. Ia menjadi penjaga pakem dan tradisi pedalangan yang patut di hormati.
”Wayang tidak bisa di campur dengan campur sari atau pertunjukan seni lainnya. Jalan cerita lakon harus runtut, lengkap,” katanya.