Kretek: Ramuan Herbal Priyayi Kudus Menjadi Identitas Bangsa

Sejarah kretek bermula dari ramuan herbal priyayi Kudus hingga menyebar luas menjadi identitas bangsa.

kretek
Kretek Tjap Bal Tiga yang mengalami masa kejayaan di era Hindia Belanda pada 1922-1940.

DI BALIK kepulan asap dan aroma khasnya, kretek menyimpan sejarah panjang dan peran penting dalam budaya Indonesia. Lahir dari tangan Haji Djamhari di Kudus sekitar tahun 1870-an, kretek awalnya merupakan racikan pengobatan untuk mengatasi sesak napas.

Djamhari, seorang priyayi asal Kudus, mengalami sesak napas yang tak kunjung sembuh. Berbekal pengetahuan pengobatan tradisional, ia mencoba mengoleskan minyak cengkeh di dada dan sekitarnya. Hasilnya, sesak napasnya mereda dan ia merasa lega.

Pengalaman ini mendorongnya untuk bereksperimen dengan cengkeh lebih lanjut. Djamhari kemudian mencoba menghaluskan cengkeh dan mencampurkannya dengan tembakau.

Campuran ini kemudian dilinting dengan klobot, kulit jagung kering yang biasa digunakan sebagai pembungkus makanan. Sekali hisapan, cengkeh yang terbakar menghasilkan bunyi ”kretek kretek” yang khas, sehingga rokok ini pun tenar dengan nama “kretek”.

Baca Juga:  Malam Satu Suro 2024: Energi Spiritual Hari Senin Legi

Banyak orang yang menyukai racikan Djamhari, tak hanya meredakan sesak napas, tetapi juga memberikan sensasi baru dalam menikmati tembakau. Kretek buatannya pun mulai menyebar di kalangan masyarakat Kudus.

Setelah wafatnya Djamhari pada tahun 1890, Nitisemito meneruskan usaha kretek. Berawal dari usaha rumahan kecil, Nitisemito membawa kretek ke level yang lebih tinggi dengan memproduksinya secara massal pada tahun 1903.

Kretek tak hanya menjadi primadona di Kudus, tetapi juga merambah ke berbagai daerah di Jawa. Kediri, Malang, Surabaya, dan kota-kota lain menjadi sentra-sentra baru industri kretek.

Baca Juga:  Menjemput Berkah 10 Muharram Saat Lebaran Anak Yatim

Merek ”Tjap Bal Tiga” milik Nitisemito menjadi salah satu pelopor kretek. Merek itu kemudian memproduksi kretek secara komersial dan berhasil menembus pasar internasional.

Setelah itu, berbagai merek dan variasi kretek pun bermunculan, mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi merokok di Indonesia. Meskipun sempat mengalami masa penjajahan Jepang yang menghambat perkembangan industri kretek, semangat kretek kembali bangkit setelah kemerdekaan.

Kretek tak hanya menjadi produk tembakau biasa, tetapi juga warisan budaya dan tradisi yang banyak peminatnya. Tak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara di dunia.

Baca Juga:  Terbang Raksasa, Simbol Pembawa Berkah Masyarakat Wedar

Lebih dari Sekedar Rokok

Kretek bukan sekadar rokok biasa. Di balik kepulan asapnya, terkandung nilai-nilai budaya dan tradisi yang telah mengakar kuat di Indonesia. Kretek telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, mulai dari ritual adat, pergaulan sosial, hingga menjadi identitas bangsa di kancah internasional.

Sejarah panjang kretek merupakan bukti nyata kegigihan dan kreatifitas masyarakat Indonesia. Dari racikan pengobatan sederhana, kretek telah berkembang menjadi industri besar yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.