Masjid Jamik Baitul Atiq berdiri megah di Dusun Serambi, Desa Winongan Kidul, Kabupaten Pasuruan, kendati usianya sudah ratusan tahun. Didalam masjid itu, terdapat sebuah gentong tua. Konon, gentong itulah kubah pertama masjid sebelum direnovasi.
”Dulu kendi ini dipasang diatas kubah masjid,” ungkap juru kunci Masjid Jamik Baitul Atiq, Abdul Rokhim. Lebih menarik lagi, gentong ini memiliki relief berhuruf China. Masyarakat setempat tak banyak yang tahu apa arti tulisan tersebut.
”Tulisan ini sempat ditanyakan ke orang-orang keturunan Tionghoa, tapi tidak ada yang paham karena tulisannya kuno,” tambah Rokhim.
Usia gentong ini pun tak kalah memukau. Menurut para remaja masjid yang menelusuri arti tulisan China dengan bantuan Google, gentong ini diperkirakan berasal dari Dinasti Qing, yang berkuasa di China antara tahun 1636 hingga 1911.
Kini, gentong bersejarah ini disimpan di dalam masjid, terawat rapi di dalam kaca seperti akuarium, menjadi saksi bisu perjalanan panjang Masjid Jamik Baitul Atiq.
Tak hanya memiliki gentong tua sebagai peninggalannya. Masjid ini sendiri dipercaya sebagai salah satu masjid tertua di Kabupaten Pasuruan. Warga sekitar mengenalnya sebagai Masjid Tiban, merujuk pada asal-usulnya yang tidak diketahui secara pasti.
Tak ada literasi yang menyebutkan kapan masjid ini dibangun. Hanya berdasarkan cerita turun temurun. ”Konon masjid ini didirikan sebelum Mbah Semendi, seorang ulama besar di Winongan,” jelas Rokhim.
Usia masjid ini pun diperkuat dengan adanya kaligrafi di atas mihrab yang menunjukkan tahun pembangunannya, yaitu 1296 Hijriah atau setara dengan 149 tahun yang lalu.
Masjid Jamik Baitul Atiq tak hanya menjadi tempat ibadah, tapi juga menjadi saksi bisu sejarah dan budaya di Winongan. Keberadaan gentong tua berhuruf China dan peninggalan lainnya menjadi pengingat akan perjalanan panjang masjid ini dan peran pentingnya dalam kehidupan masyarakat Winongan.
Meskipun telah mengalami renovasi besar, masjid ini masih menyimpan beberapa peninggalan bersejarah lainnya. Selain gentong, terdapat mimbar kayu tempat khutbah dan ukiran kaligrafi yang masih dirawat dengan baik.
Renovasi masjid ini dilakukan untuk memperluas kapasitasnya agar dapat menampung lebih banyak jemaah. ”Dulu ukuran masjid 18 x 25 meter, setelah renovasi menjadi 25 x 25 meter,” terang Rokhim.
Selain menjadi tempat ibadah, masjid ini juga menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial. Di sini, berbagai kegiatan keagamaan seperti pengajian dan perayaan hari besar Islam diadakan. Masjid ini juga menjadi tempat berkumpul bagi masyarakat Winongan untuk menjalin silaturahmi dan memperkuat rasa persaudaraan.
Berkunjung ke Masjid Jamik Baitul Atiq tak hanya merasakan nuansa wisata religi. Tetapi juga membuka jendela budaya dan sejarah Winongan. Di sini, banyak kisah-kisah leluhur, melihat peninggalan bersejarah, dan merasakan atmosfer budaya lokal yang kental.