Pesona Kelopak Manggis Pusaka Penganti

Penjaga Keselamatan, Penentang Pertumpahan Darah

Salah satu pusaka Penganti berupa cincin. (FB Galeri Pecinta Pusaka Penganti)

PENGANTI adalah pusaka yang cukup ikonik. Terlepas dari bentuk yang umumnya serupa pisau belati, kekhasan Penganti terletak pada permukaan besi hasil tempaan sang empu. Cekungan pada permukaan pusaka Penganti menyerupai kelopak manggis.

Tidak hanya berupa pisau. Pusaka Penganti kadangkala juga berbentuk senjata tajam lain seperti pedang hingga clurit. Namun, ada juga yang lebih mungil berupa kepingan besi hasil tempaan yang biasanya dibuat liontin dan cincin.

Baca Juga:  Bediding: Jaga Diri di Musim Kemarau yang Dingin
Berbagai jenis pusaka Penganti. (FB Galeri Pecinta Pusaka Penganti)

Pembuatan pusaka itu sendiri sudah berlangsung turun temurun. Bahkan selama sekitar 200 tahun silam. Muhammad Jufri adalah generasi kelima empu pusaka Penganti.

Penganti sendiri yang dipercaya pusaka keselamatan. Energinya dipercaya bisa membawa keteduhan bagi pemiliknya. Alih-alih untuk bertikai, pusaka Penganti justru dibuat untuk menghindari pertumpahan darah. Doa-doa keselamatan disematkan sang empu ketika sebelum hingga menempa besi bahan pusaka.

Jufri mengaku, waktu pembuatan Penganti juga tidak bisa sembarangan. Dalam sebulan, hanya tiga hari saja dia boleh membuat pusaka itu. Itupun tidak selalu berhasil. Tergantung jodoh si pemesan.
”Waktu-waktu yang ditentukan adalah Senin Pahing, Jumat Kliwon, dan Jumat Pon,” katanya.

Baca Juga:  Gunung Semeru: Mitos dan Fakta Sang Raksasa Jawa

Sebelum menyibukkan diri di pande besi yang ada di Desa Kemiri, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, Jufri juga mesti melakukan ritual khusus. Salah satunya puasa dan patigeni.

Disamping itu, ia juga harus menghindari beberapa pantangan yang sudah ditentukan oleh empu-empu Penganti terdahulu. Diantaranya, harus memiliki hati dan pikiran yang bersih. Lebih-lebih ketika proses pembuatan, Jufri harus menyingkirkan jauh-jauh hawa nafsunya.

Baca Juga:  Pertautan Cinta Rara Anteng dan Jaka Seger

Selama proses pembuatan ia juga harus melakoni topo bisu, tidak mengucapkan apapun kecuali merapalkan salawat. ”Jika pantangan-pantangan itu dilanggar, maka dipastikan pembuatan pusaka tidak akan berhasil,” ungkap dia.