Petik Tebu Manten: Ritual di Balik Manisnya Gula

Tebu lanang dan tebu wadon saat dipertemukan dalam Petik Tebu Manten di PG Kedawoeng.

JANUR kuning melengkung di tengah ladang tebu yang hijau menghampar di Desa Plososari, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan. Menandakan dimulainya sebuah tradisi istimewa: Petik Tebu Manten.

Tradisi ini bukan sekadar ritual biasa, melainkan perwujudan harapan dan doa para petani tebu dan seluruh insan yang terlibat dalam proses penggilingan tebu. Diiringi alunan gamelan Jawa yang merdu dan tarian Tayuban yang memukau, dua batang tebu pilihan diarak menyusuri jalan desa, bak pengantin yang hendak bersatu.

General Manajer PG Kedawoeng, bagaikan seorang pendeta, dengan penuh hormat membawa pengantin tebu lanang. Sementara di sisi lain, pengantin tebu wadon telah menanti dengan penuh keanggunan dalam dekapan Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat.

Baca Juga:  Gedung Proefstation Simpan Jejak Manis Kejayaan Gula di Pasuruan

Lantunan gamelan Jawa dan tarian Tayuban mengiringi pertemuan sepasang pengantin.  Sepasang pengantin itu dipetik langsung dari kebun. Mereka yang dijadikan pengantin adalah tebu-tebu pilihan. Agar keturunan tanamannya lebih banyak dan berkualitas.

Sebab tradisi ini sekaligus menandai dimulainya musim giling. Dimana tebu-tebu dipanen dan digiling di pabrik. Momentum petik tebu manten juga dilangsungkan layaknya prosesi pernikahan adat Jawa. Ada pula ritual siraman yang dilakukan pada batang tebu yang telah dipotong.

Tradisi ini telah dilestarikan sejak lama. Dimana perusahaan yang kini dikelola oleh negara itu, telah berdiri sejak era kolonial Belanda 1898 silam. Sepasang pengantin tebu yang sudah dipotong lalu diantar menuju ’kursi pelaminan’, yang tak lain adalah mesin giling.

Baca Juga:  Bediding: Jaga Diri di Musim Kemarau yang Dingin
Sepasang pengantin tebu yang dimasukkan mesin giling setelah prosesi perkawinan.

Tradisi ini telah dilestarikan sejak lama. Dimana perusahaan yang kini dikelola oleh negara itu, telah berdiri sejak era kolonial Belanda 1898 silam. Sepasang pengantin tebu yang sudah dipotong lalu diantar menuju ’kursi pelaminan’, yang tak lain adalah mesin giling.

Petik tebu manten memang lahir dari kondisi sosial masyarakat pribumi. Didalamnya, ada harapan dan memohon keselamatan selama masa penggilingan tebu dilakukan di Pabrik Gula. Dua manten yang sudah bersatu kemudian dikirim ke diffuser.

Baca Juga:  Ketupat Kandangan: Kuliner Khas Banjarmasin Beraroma Ikan Haruan

Meskipun sudah berlangsung puluhan dekade, petik manten tebu tetap dipertahankan sebagai tradisi rutin hingga hari ini. Upacara ini juga memiliki makna yang dalam. Yakni untuk memohon keselamatan selama proses penggilingan tebu di pabrik gula.

Upacara ini juga bermakna untuk mencapai target produksi dan meningkatkan kualitas gula kristal yang dihasilkan, sehingga lebih manis daripada gula rafinasi biasa. Disisi lain, agar tebu-tebu yang baru ditanam memiliki kadar gula tinggi dan bebas dari hama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *