Urban  

Tabrakan Kereta Api di Senjakala Kolonial Belanda

Menghindari Bencana, Dijemput Petaka

tabrakan ka sengon
Tabrakan kereta api yang ditumpangi tentara Inggris, di dekat Stasiun Sengon, Purwosari, Februari 1942 silam.

PEMERINTAH Hindia Belanda sibuk menghadapi invasi tentara Jepang. Blok sekutu yang terdiri atas Belanda, Amerika Serikat, Australia dan Inggris membentuk Komando Gabungan Tentara Serikat yang disebut ABDACOM (American British Dutch Australian Command). Mereka bermarkas di Lembang.

Lalu lintas sekitar 1942 kala itu padat. Kereta api menjadi tumpuan utama untuk mengangkut pasukan ke berbagai daerah. Dari Batavia, bala tentara sekutu itu bertolak menuju Surabaya.

Dalam laporan Wali Kota Malang J. H. Boerstra tercatat, kereta itu meninggalkan Batavia tanggal 4 Februari pagi hari. Sorenya, tiba di Kertosono. Sayangnya, perjalanan itu terhambat. Banjir menyumbat jalur antara stasiun Kertosono dan stasiun Jombang. Sementara para tentara harus tiba di Surabaya malam itu juga.

Baca Juga:  Inovatif! Mahasiswa Yudharta Sulap Limbah Jadi Paving Berkualitas SNI

Ir. Knoop, Kepala Operasi Perkeretaapian Jalur Timur, berusaha mencari solusi. Ia menghubungi Divisi III di Surabaya untuk menyediakan truk, namun sayang, truk tak tersedia dalam jumlah yang cukup.

Mau tak mau, gerbong kereta yang dipandu supervisor masinis Sassen itu harus berputar arah. Jalur perjalanan dialihkan melalui Kediri, Blitar, dan Malang, sebelum akhirnya tiba di Surabaya.

Keputusan ini, seperti yang ditulis J.H. Boerstra dalam laporannya, membawa mereka ke jurang petaka. Relasi perjalanan alternatif ini ternyata cukup berbahaya, dan saat itu, lokomotif gunung yang ideal untuk medan tersebut tak tersedia. Akibatnya, mereka terpaksa menggunakan lokomotif dengan daya pengereman yang tak memadai untuk beban berat.

Baca Juga:  Bahasa Jawa: Mengenali Empat Dialek Jawa Timur

Disinilah petaka bermula. Niat hati menghindari bencana, namun takdir justru membawa mereka menuju petaka. Kereta melaju kencang setelah melintasi stasiun Lawang. Sinyal semaphore petugas di Stasiun Sengon yang menginstruksikan agar kereta berhenti terabaikan.

Laju kereta sudah mencapai 90 kilometer per jam. Pengereman tak mampu menghentikan laju monster besi itu. Kereta penumpang berkapasitas 19 gerbong meluncur dengan kecepatan penuh menuruni lereng curam.

Beberapa detik sebelum bencana tiba, supervisor masinis Sassen melompat dari lokomotif terdepan. Ia lolos dari maut. Tabrakan pun tak terhindarkan dengan kereta api barang yang melaju dari arah berlawanan.

Soerabaijasch Handelsblad menggambarkan benturan keras dua kereta itu bagaikan petir yang menggelegar. Gemuruhnya mendengung ke sawah-sawah dan ladang-ladang di sekitar rel kereta api.

Baca Juga:  Banyu Biru Pasuruan, Air Jernih Kaya Mineral untuk Kulit Sehat

Langit malam 5 Februari 1942 menyelimuti Pasuruan dengan kelam. Seakan turut berkabung atas tragedi yang baru saja terjadi di dekat Stasiun Sengon, Desa Sengonagung, Kecamatan Purwosari. Suara jerit dan tangisan memenuhi udara, sementara asap hitam mengepul di udara.

Sekitar 20 tentara Inggris tewas di tempat, dan 75 lainnya luka-luka. Tim penyelamat dari Malang bergegas ke lokasi kejadian. Medannya yang sempit dan terpencil membuat mereka terpaksa berjalan kaki untuk mencapai lokasi.

Para korban luka diangkut Kereta Palang Merah dari Malang. Sebagian dibawa ke rumah sakit di Malang dan Bangil, sementara korban tewas dimakamkan di Sukun, Malang.