Memahami Sengkolo di Malam 1 Suro

Ketika Ketidakseimbangan Alam Mengundang Kemalangan

Adapun Sengkolo dalam istilah Jawa merujuk pada kemalangan, kesialan, atau musibah. Sengkolo dapat berupa berbagai macam bentuk, seperti gangguan fisik, penyakit, kecelakaan, musibah finansial, hingga gangguan mental dan spiritual.

Sengkolo: Ketika Ketidakseimbangan Mengundang Kemalangan

Dalam kepercayaan Jawa, Sengkolo bukan sekadar kemalangan biasa, melainkan manifestasi energi negatif yang menimpa seseorang akibat pelanggaran keseimbangan alam. Ketidakseimbangan ini terjadi ketika harmoni dengan alam gaib dan leluhur terganggu. Kepercayaan ini telah lama dianut masyarakat Jawa sebagai pengingat untuk selalu menjaga keseimbangan dan menghindari perbuatan yang dapat mengundang kesialan.

Baca Juga:  Bediding: Jaga Diri di Musim Kemarau yang Dingin

Pelanggaran keseimbangan ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti:

  1. Melanggar Hari Baik: Ketika melakukan kegiatan penting pada hari yang dianggap tidak baik menurut perhitungan Jawa, seperti weton atau hari pasaran yang tidak sesuai. Hal ini dipercaya dapat mengganggu keseimbangan energi dan membuka celah bagi energi negatif untuk masuk.
  2. Menodai Tempat Sakral: Melakukan aktivitas yang tidak pantas di tempat-tempat yang dianggap sakral, seperti kuburan, tempat keramat, atau situs-situs spiritual lainnya. Tempat-tempat ini dipercaya memiliki energi spiritual yang kuat dan perlu dihormati.
  3. Perilaku Tidak Terpuji: Tindakan yang dianggap tidak bermoral atau melanggar norma adat, seperti tidak menghormati leluhur, berbohong, atau melakukan perbuatan asusila. Perilaku ini dipercaya dapat merusak hubungan spiritual dengan leluhur dan alam gaib, sehingga membuka jalan bagi Sengkolo.
Baca Juga:  Filosofi di Balik Neng, Ning, Nung, Nang, Gung dalam Alunan Gamelan

Bukan hanya takhayul, Sengkolo tetapi juga cerminan dari nilai-nilai luhur budaya Jawa yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan harmoni. Dengan memahami konsep Sengkolo, kita dapat belajar untuk lebih menghargai alam, leluhur, dan diri sendiri, serta menjalani hidup dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *